Padalafadznya, Alfiyah Ibnu Malik terdiri dari bahar Rojaz saja, sedangkan Ibnu Mu'thi terdiri dari bahar Rojaz dan bahar Sar'i. Sedangkan secara makna, Alfiyah Ibnu Malik lebih banyak cakupannya mengenai hukum ilmu nahwu. Imam Ibnu Mu'thi memiliki nama lengkap Abi al-Hasan Yahya bin Abd An-Nur Az-Zawawi. Ia Lahir pada tahun 564 H
Metodedalam mencetuskan kitab tersebut memang sedikit berbeda. Dengan kecerdasan dan kuat hafalan yang dimiliki Ibnu Malik, menjadikan dirinya lebih dahulu menghafal seribu bait dalam benaknya sebelum ditulis. Setelah merancang dan ingin mencetuskan sebuah kitab ilmu linguistik. Naasnya hafalan Ibnu Malik stagnan dan sirna dalam proses penyusunan satu persatu bait Alfiyah.
Alfiyahibnu malik. 364 likes. Art. See more of Alfiyah ibnu malik on Facebook
Alfiyah Ibnu Malik merupakan kitab yang disusun oleh seorang ulama besar bernama Jamaludin Muhammad bin Abdulloh Bin Malik. Ia merupakan ulama kenamaan yang lahir di kota Jayyan Andalusia (Sekarang masuk dalam wilayah Spanyol). Kitab ini cukup populer dan melegenda, dikenal di belahan dunia, baik daratan timur maupun barat.
onJanuary 05, 2017 in Terjemahan Alfiyah ibnu malik Kisah dan cerita nahwu (3) Terjemahan kitab. Terjemahan Al Imrithi (34) Terjemahan Alfiyah ibnu malik (13) Terjemahan Kitab (85) Terjemahan Matan Al jurumiyah (30) Terjemahan Nadzom Maqshud (13) Terjemahan Qowa'idul i'lal (20) Pages.
Sejakkecil, KH. Ali Maksum belajar dan dididik secara keras di pesantren ayahnya sendiri yang saat itu menjadi pusat rujukan para santri dari berbagai daerah, terutama dalam pengajaran kitab Alfiyah Ibnu Malik beserta syarahnya Ibnu 'Aqil (Nahwu, Shorof dan Balaghah), dan kitab Jam'ul Jawami'.
. Views Oleh Abdul Muiz Syaerozi Alfiyyah Ibnu Malik demikian populer dan melegenda. Kitab ini di kenal dibelahan dunia, baik daratan timur maupun barat. Di barat, “The Thousand Verses” nama lain dari kitab Alfiyyah Ibnu Malik ini dijadikan panduan utama di bidang kajian linguistik Arab. Di Indonesia, Alfiyyah Ibnu Malik juga di kaji diberbagai daerah. Pesantren-pesantren yang tersebar di wilayah Nusantara hampir tidak ada yang menyingkirkan peranan kitab ini. Semua pesantren menempatkan Alfiyah Ibnu Malik sebagai rujukan utama. Ia menjadi kitab yang paling dominan dalam study gramatika-mortofologi Arab. Besarnya peranan Alfiyyah Ibnu Malik tampaknya menjadi titik puncak bagi harapan si pengarang. Ibnu Malik pernah mengungkapkan melalui satu bait dalam nadzomnya; “Waqad yanubu anhu ma alaihi dal kajidda kullal jiddi wafrokhil jadal”. Nadzom ini seolah-olah mengisyaratkan keinginan Ibnu Malik bahwa Alfiyyah yang benar-benar telah menggantikan perannya munjukkan seperti sebuah langkah penuh keseriusan dan kebahagian yang tiada tara. Harapan akan manfaat kitab Alfiyyah Ibnu Malik bagi dinamika ilmu keislaman juga pernah diungkapkannya melalui salah satu bait dalam nadzomnya; “Wallahu Yaqdhi bihibatin waafiroh li walahu fi darojatil akhiroh”. Semoga dengan ampunan yang sempurna, Allah memberikan aku dan dia Ibnu Mu’thi sebuah drajat tinggi di akhirat. Peran penting Alfiyyah Ibnu Malik tidak hanya di tuntunjukkan oleh geliatnya yang tinggi di Andalusia, melainkan juga pengaruhnya bagi pembentukan karakteristik dan corak keilmuan lainnya. Misal, tafsir al-Makki Ibn Abi Thalib al-qaysi, atau Tafsir al-Muharrar al-Wajiz karangan Ibnu Athiyyah. Tafsir-tasir karangan ulama Andalusia itu ternyata banyak dipengaruhi oleh mencuatnya Alfiyyah Ibnu Malik di daratan tersebut. Ini ditandai dengan cara penafsiran Al Qur’an dengan menggunakan pendekatan Nahwu- Shorof. Tidak hanya itu. Alfiyah Ibnu Malik sebagai pusat perhatian dunia dalam konteks keilmuan gramatika-mortofologi Arab juga di buktikan dengan munculnya kitab-kitab kembangan. Audhah al-Masalik, Taudhih al-Maqa’shid, Manhaj as-Salik, Al-Maqashid as-Syafi’iyyah, syarakh Abu Zayd al-Makudi dan lain-lain adalah kitab reproduksi Alfiyyah Ibnu Malik. Kitab-kitab tersebut merupakan penjelasan secara detail tentang nadzom-nadzom Alfiyah, baik dikemas dengan model Syarah maupun Hasyiyah. Begitu banyak orang yang cenderung mengkajinya, sampai-sampai Ibnu Malik sebagai pengarangnya dinobatkan sebagai Taj ulama an-Nuhaat Mahkota Ilmu Nahwu. Alfiyyah Ibnu Malik adalah karya monumentalnya. Lalu, bagaimana perjalanan intelektual pengarang Alfiyah Ibnu Malik? Dan bagaimana perkembangan Alfiyah di Indonesia saat ini?. Biografi Intelektual Ibnu Malik Ibnu Malik memilki nama lengkap Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad ibnu Abdullah ibnu Malik al-Tha’i al-Jayyani al-Andalusi. Penisbatan kata al-Jayyani al-Andalusi pada dirinya adalah penisbatan dimana daerah ia berasal. Abdillah kecil lahir di kota Jayyan, salah satu kota utama di Andalusia Spanyol bagian Selatan, pada tahun 1203 M. Atau pada bulan Sya’ban tahun 600 H. Ia dikenal sebagai anak yang cerdas. Sejak kecil Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad telah berhasil menghafal al Quran dan ribuan hadis. Karenanya, ia disayang banyak guru. Mula-mula, Ibnu Malik belajar pada ulama-ulama tersohor dikota kelahirannya, seperti Tsabit bin Khiyar, Ahmad bin Nawwar dan Abdullah as-Syalaubini. Dari ketiga tokoh itu, Ibnu Malik kecil memperoleh ilmu-ilmu keislaman. Seiring dengan usianya yang bertambah, Ibnu Malik sangat rajin dan penuh semangat. Ia berhasrat mendalami ilmu-ilmu keislaman yang populer dimasanya, seperti Hadis dan Tafsir. Namun karena situasi politik yang kurang mendukung, Ibnu Malik harus rela meninggalkan kota kelahirannya. Jayyan pada 1246 M jatuh ke tangan tentara Castella. Perjalanannya cukup panjang. Dinasti Muwahhidun tidak lagi menjadi penguasa yang kokoh. Satu persatu daerah kekuasaannya di semenanjung Andalusia jatuh ke pihak lain. Pertama-tama Toledo; kota pusat ilmu pengetahuan di Spanyol Utara, kemudian disusul Huesca. Pada tahun 1119, giliran Zaragoza Sarqasthah terlepas dari tangan Muwahhidun. Lalu Counca pada tahun 1177 M. Tidak hanya kota-kota itu, Silves Syalb, Merida, Bajah atau Badajos, Ibza dan Cordoba jatuh pula ke tangan tentara Castella. Semua ini terjadi pada tahun-tahun yang berbeda. Kemudian pada tahun 1234 Giliran kota Miricia dan kota Tolavera pada tahun 1236 M. Kota Denia dan Lisbona juga jatuh ketangan pihak lain sebelum akhirnya kota Jayyan juga jatuh ketangan tentara Castella. Situasi politik inilah yang memaksa Ibnu Malik harus meninggalkan kota kelahirannya. Ibnu Malik hijarah ke Damaskus, sebuah kota dimana Malik pertama kali singgah sedang mengalami pergeseran kekuasaan; dari dinasti Ayubiyyah ke dinasti Mamalik. Bagi Ibnu Malik, pergeseran ini membawa berkah tersendiri. Pasalnya, Dinasti Mamalik adalah dinasti kuat dengan sitem keamanan yang terjamin sehingga dia dapat mengerahakan segala kemampuannya Badzlul wus’i untuk mengais lebih dalam tentang ilmu –ilmu keislaman dengan leluasa. Di Damaskus, Ibnu Malik justru memalingkan orientasinya. Awalnya hendak memperdalami ilmu Hadis dan Tafsir, tetapi belakangan cenderung ke ilmu nahwu dan shorof. Perubahan orientasi keimuan Ibnu Malik dilatari oleh rasa ingin tahu tentang fenomena struktur bahasa arab yang ia temui berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Padahal, gramatikal arab sangat penting perannya dalam memahami al-qur’an dan Hadis sebagai sumber keilmuan. Sungai disusuri, laut pun hendak di arungi. Demikian pribahasa yang paling tepat untuk menggambarkan sosok Ibnu Malik. Belum puas mendalami ilmu nahwu dan shorof di Demaskus, Ibnu Malik melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke kota Hallab Aleppo,; Syiria Utara. Di kota ini Ibnu Malik belajar kepada Muwaffiquddin ibnu Ya’isy dan Ibnu Amri’un al-Hallabi. Berkat kecakapannya mengkomparasikan teori-teori nahwu-shorof madzhab Iraq, Syam Masyriq dan Andalusia Maghrib, karir intelektual Ibnu malik kian di perhitungkan di kedua kota itu. Ia di kenal dan dinobatkan sebagai taj’ulama an-Nuhat mahkota ilmu nahwu. Ia kemudian diangkat menjadi dosen di madrasah kota Hamat selama beberapa Tahun. Namanya mulai kesohor. Sultan al-Maliku as-Sholih Najmuddin al-Ayyubi, seorang penguasa Mesir, meminta Ibnu Malik mengajar di Kairo Mesir. Ia menetap di Kairo untuk beberapa tahun hingga akhirnya kembali ke Demaskus. Di kota ini, sampai akhir hayatnya, Ibnu Malik menggembleng murid-muridnya yang terkenal, seperti Badruddin Ibnu Malik, Ibnu Jama’ah, Abu Hasan al-Yunaini, Ibnu Nahhas, dan imam an-Nawawi. Selain karya monumentalnya; Alfiyyah Ibnu Malik, Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad ibnu Abdullah ibnu Malik al-Tha’i al-Jayyani al-Andalusi juga mengarang banyak kitab antara lain, al-Muwashal Fi Nadzm al-Mufashsal, Sabk al-Mandzum wa-fakk al-Makhtum, Ikmal al-Alam bi Mutslats al-Kalam, Lamiyah al-Afal wa-Syarhuha, al-Muqoddimah al-Asadiyah, iddah al-Lafidz wa-umdah al-Hafidz, al-Itidha fi az-Zha wa ad-Dhad dan irab Musykil al Bukari. Kebanyakan kitab-kitab yang dikarangnya ini mengetengahkan tema-tema Linguistik. Reproduksi Alfiyyah Ibnu Malik di Indonesia Di Indonesia, Alfiyyah Ibnu Malik disambut antusias. Dari dulu hingga kini pesantren-pesantren yang tersebar di berbagai wilayah mengkaji kitab ini. Bahkan, dalam pandangan masyarakat pesantren, seseorang akan dikatakan alim jika dia benar-benar telah memahami dan sekaligus hafal nadzom-nadzom Alfiyah secara keseluruhan. Kompetisi para santri yang di wujudkan dalam bentuk lomba-lomba atau musabaqoh hafalan Alfiyyah membuktikan pentingnya Alfiyyah di mata masyarakat pesantren. Bagi para pemenang, tidak hanya mendapatkan medali secara material, melainkan pula hadiah sosial. Pemenang akan dianggap sebagai santri yang cerdas dan pandai. Selain di hapal dan di pahami, Kitab Alfiyah Ibnu Malik juga di kembangkan. Seperti di pondok pesantren Lirboyo Kediri, Pondok Pesantren Ploso, Pondok Pesantren Sarang Rembang, Pondok Pesantren Tegal Rejo Magelang, Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon dan pesantren-pesantren lainnya. semua kitab-kitab reproduksi itu, kebanyakan tanpa mencantumkan nama penyusun dan hanya mencantumkan nama penulis khotnya. Paling tidak, ada tiga model kitab reproduksi Alfiyah Ibnu Malik yang berkembang di pesantren. Pertama, model pembahasan menyeluruh. Model ini berusaha menjelaskan perkalimat dari lafadz-lafadz atau kalimat-kalimat yang tercantum di dalam nadzom Alfiyyah Ibnu Malik. Kedua model penjelasan terbatas. Model ini hanya memaparkan atau menjelaskan kalimat-kalimat yang dianggap perlu dipaparkan secara naratif. Dan terakhir adalah model penjelasan pernadzham. ini lebih cenderung menjelaskan satu atau beberapa nadzhom yang masih berbicara dalam satu tema. Secara teknis, penulisan kitab-kitab reproduksi Alfiyah Ibnu Malik ada yang menggunakan bahasa arab dan ada pula yang menggunakan arab pegon. Namun kesemuanya, tetap mengacu pada kitab-kitab garamatika Arab karya ulama-ulama timur tengah sebagai bahan rujukannya. Hal ini mungkin karena belum ditemukannya kitab-kitab gramatika-mortofologi Arab karya ulama-ulama Nusantara masa lalu. Dan yang paling menarik adalah penamaan atas kitab-kitab kembangan Alfiyah itu. Di pesantren Babakan Ciwaringin misalnya, kitab itu di istilahkan dengan takriran. Ini berbeda dengan pesantren Lirboyo. Di Lirboyo, istilah yang digunakan adalah Taqrir. Begitu pula di pesantren Tegal rejo. Pesantren ini menggunakan istilah tahrir. Perbedaan itu, apakah sebatas perbedaan dialek atau karena memang mempunyai makna yang beda sama sekali. Ini tentu harus mendapatkan perhatian secara khusus. Wallahu alam bissawab.
– Dalam khazanah intelektual pesantren di Nusantara, terdapat satu kitab monumental yang sering dikaji dan dihapalkan, maha karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik Alandalusy. Khalayak umum lebih mengenal beliau dengan sebutan nama Imam Ibnu Malik. Beliau berasal dari sebuah daerah yang ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan panglima besar Thariq bin ini pula yang menjadi pelarian terakhir bagi saqor Quraisy rajawali dari kabilah Quraisy yang lari dari kejaran orang – orang Bani Abbasiyah yang telah berhasil menundukkan kekuasaan Daulah Bani Umayyah. Daerah tersebut adalah Andalusia yang sekarang lebih dikenal dengan negara Spanyol. Dan adi karya yang berhasil beliau imam Ibnu Malik torehkan inilah yang kemudian dikenal oleh masyarakat dunia dengan nama “Alfiyah Ibnu Malik” yang membahas tentang kaidah-kaidah ilmu Nahwu sintaksis dan Sharaf morfologi.Pada awal nazam bab mukadimah pendahuluan, beliau menggunakan lafal dari fiil madhi, yaitu fiil kata kerja yang di dalam pelaksanaannya terkandung zaman madhi masa yang sudah lewat/terjadi. Ini adalah hal yang tidak lazim, di mana musanif-musanif para pengarang kitab lain dalam mengawali penyusunan kitabnya, mereka lebih sering dan cenderung menggunakan lafal dari fiil mudhari’ yang di dalamnya terkandung zaman hal masa yang sedang terjadi/dilakukan atau zaman istiqbal masa yang akan dilakukan.Lalu apa maksud beliau Imam Ibnu Malik mengawali nazam bait Alfiyyah dengan fiil madhiقال محمد هو ابن مالك……“Muhammad yakni putra Malik telah berkata”Inilah keunikan dari beribu keunikan atau mungkin malah jutaan keunikan yang ada pada maha karya Alfiyah Ibnu Malik. Pada halaman pertama, kita langsung disuguhi pemandangan yang berbeda dari kitab yang lain, yang mungkin bagi sebagian dari kita akan dibuatnya berpikir dan mengangan-angannya. Ini menunjukkan dan bisa menjadi tolak ukur dari betapa tingginya kadar intelektualitas dan kecerdasan beliau, di mana pada saat beliau menyusun dan menulis kitab Alfiyah Ibnu Malik, 1000 nazam bait yang menjadi isinya telah beliau simpan dalam memori otak beliau. Sehingga beliau tinggal menulis dan menyusun saja sesuai apa yang telah terekam dalam memorinya. Hal yang sangat langka dilakukan oleh musanif lain dalam menyusun sebuah hal menarik lainnya terjadi pada awal penyusunan kitab Alfiyah Ibn Malik. Yakni tentang mengapa dalam Alfiyah Ibnu Malik terdapat 1002 nazam, padahal seharusnya hanya 1000 bait saja sesuai dengan namanya Alfiyah yang berarti seribu. Setelah beliau Imam Ibnu Malik menyimpan semua isi kitab Alfiyah Ibnu Malik di dalam memori otak beliau, beliau pun mencoba mewujudkannya dalam bentuk susunan sebuah kitab. Beliau tulis setiap huruf, kalimat, dan akhirnya tersusun menjadi sebuah nazam yang utuh. Begitu terus berjalan. Namun suatu kejadian aneh terjadi. Pada saat beliau sampai pada nazam baris kelimaفائقة ألفية ابن معطي …………………………….. ………………………….……….…………………….“Kitab Alfiyyah ini lebih mengungguli kitab Alfiyah Ibnu Mu’thi.”Tiba-tiba semua hafalan dan memori dalam otak, semua rancangan 1000 nazam itu pun sirna, hilang dan beliau tidak mengingat satu huruf pun. Kebingungan mendera dan mengusik hati beliau. Berhari-hari lamanya penulisan kitab ini terhenti. Hingga suatu saat beliau berziarah ke makam Imam Ibnu Mu’thi. Imam Ibnu Mu’thi ini merupakan guru dari Imam Ibnu Malik. Beliau juga memiliki kitab susunan yang berisi 1000 nazam, yaitu lebih dikenal dengan Alfiyyah Ibnu Mu’thi. Sebagai penghilang kesedihannya, beliau Imam Ibnu Malik membaca tahlil, tahmid, dan takbir di makam guru beliau tersebut. Tanpa sadar beliau tertidur dalam tidurnya beliau bermimpi bertemu dengan Imam Ibnu Mu’thi yang menegurnya bahwa apa yang Imam Ibnu Malik lakukan pada saat menyusun kitab Alfiyyah ini, terdapat suatu kesalahan. Imam Ibnu Mu’thi berkata “Wahai muridku apakah kamu lupa siapakah aku ini? Beliau pun terbangun dari keterjagaannya dan masih dalam kebingungan serta terkejut, beliau teringat akan sebuah nazam terakhir yang beliau tulis. “Ya di situlah akar permasalahanya,” pikir dalam nazam terakhir yang beliau tulis, beliau menyebutkan bahwa kitab Alfiyyah yang beliau susun adalah lebih mengungguli dari kitab Alfiyah yang disusun terlebih dahulu oleh guru beliau yakni Imam Ibnu Mu’thi. Hal ini sangat bertentangan dengan akhlakul karimah, tata krama yang seharusnya dilakukan oleh seorang murid kepada untuk menenbus kesalahan dan sebagai rasa permintaan maaf dan ampunan dari Allah Swt serta guru beliau tersebut, maka beliau pun menyusun dua nazam di bawah iniوهو بسبق حائز تفضيلا مستوجب ثنائي الجميلاMeskipun demikian, beliau Imam Ibnu Mu’thi tetap memiliki kelebihan dan pantas dipuji. Sebab dalam mengarang kitab Alfiyyah, beliau lebih dahulu dari pada saya Imam Ibnu Malikوالله يقضي بهبات وافرة لي وله في درجات الأخرةSemoga Allah melipatgandakan pahala yang Allah berikan kepadaku dan kepada beliau guruku Imam Ibnu Mu’thi kelak di akhirat beliau menyusun dua nazam di atas yang menjadi ungkapan hati beliau, maka dengan izin Allah semua susunan 1000 nazam yang semula hilang dari ingatan memori beliau seketika itu pula kembali lagi dan Imam Ibnu Malik dapat meneruskan penyusunan kitab uraian cerita di atas, dapat diketahui yang semula nazam Alfiyyah Ibnu Malik berjumlah 1000 nazam, bertambah dua nazam pada bab Muqaddimah sehingga menjadi 1002 nazam. Wa Allahu A’lam bis Shawab.Diolah dari buku Lantunan Bait Sentuhan Ruh, Menyingkap Kearifan Imam Ibnu Malik dalam deretan Bait Berisikan Kalam Hikmah, Falsafah Hidup, Nasihat dan Kalam Tasawwuf karya M. Khalilur Rahman.
Tentang Kitab Alfiyah Ibnu Malik Seribu Bait Syair Kitab Nahwu. Pecinta ilmu bahasa Arab harus tahu karya besar dari Jamaluddin ; Muhammad bin Malik. Judulnya Alfiyah. Sering disebut Alfiyah Ibnu artinya seribu bait Malik tegas dan penuh tekad menulis و أستعين الله في ألفية مقاصد النحو بها محويةTerjemah bebasnya Hanya Allah,kepada-Nya hamba memohon bantuan untuk merangkai seribu baitIntisari-intisari ilmu Nahwu,terbentang indah pada tiap baitAlfiyah telah menjadi nama yang tersemat dan melekat pada karya Ibnu Malik. Sekali sebut Alfiyah, maka yang dimaksud adalah Alfiyah karya Ibnu adalah sebuah ringkasan dari karya Ibnu Malik sendiri yang berjudul Al Kafiyah As Syafiyah yang berisi hampir tiga ribu bait Allah!Itulah hidup yang bermakna! Antara ilmu,ilmu dan umur yang bermanfaat!Berkarya,beramal,berbuat dan mewariskan zaman Ibnu Malik,apresiasi dan atensi ulama Nahwu terkait Alfiyah sangatlah Ibnu Aqil al di Kairo tahun 769 menjabarkan bait-bait Alfiyah dengan indahnya. Diksi dalam syair Alfiyah diterangkan gamblang, beberapa contoh diberikan bahkan seringkali beliau membahas perbedaan pandangan ulama-ulama sekaligus dialek kabilah-kabilah Arab itu dikenal dengan Syarah Ibnu cukup sampai di penting untuk kitab Ibnu Aqil ditambahkan oleh As Syaikh Muhammad al Khudhari as Syafii al Azhari. Catatan yang pertama kali terbit tahun 1998 M di Beirut Lebanon ini dikenal dengan sebutan Hasyiyah al semakin mudah dan dekat bagi kita melalui sentuhan Muhammad Muhyiddin Abdul pakar ilmu Nahwu di masa belakangan Alfiyah, di-i'rabnya. Diolahnya dalam bentuk prosa agar lebih mudah hal penting dalam karya Ibnu Aqil menambahkan materi Shorof di bagian Allah!Sekali lagi Alfiyah karya Ibnu oleh Ibnu Khudhori memberi pulasan akhir oleh Muhyiddin Abdul di mana? Apa yang engkau perbuat?Jangan-jangan baru sekali ini engkau tahu???-Belajar bahasa Arab itu seperti yang dikatakan banyak orang kalau bahasa Arab itu percaya kalau ada yang bilang bahasa Arab itu rumit!Bukan saja yang hatinya belum terketuk untuk saja yang tidak memberi waktu cukup untuk saja yang salah langkah dalam belajar bahasa Arab itu naik menggunakan tangga ke tempat yang tinggi. Bukankah harus setapak demi setapak. Selangkah belajar hanya sekali dalam satu sibuk kerja dan urus sampai nya?Kita sudah dibuat penat oleh berita-berita mules dengan cerita-cerita konflik dan intrik Terobosan usaha. Kekuatan marketing. Prospek bisnis. Motivasi dan dan untuk kita memerlukan sejenak waktu untuk merehatkan hati dan kesempatan di mana kita duduk khusyuk membaca harakat dan sukun pada contoh kalimat bahasa dalam mencari jawaban antara marfu' , manshub ataukah pada diskusi antara fiil majzum bertanda apa?Sayang,masih banyak kita yang tak paham bahasa Desember 2020Di
Khusus bagi orang yang pernah di pesantren tentu saja tidak asing lagi dengan Kitab Alfiyah Ibnu Malik. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai pengarang Alfiyah Ibnu Malik dan lainnya. Kitab monumental ini memuat Qawaid ak-Lughat al-Arabiyyah atau Tata Bahasa Arab terutama di Nahwu Shorof. Nah, selengkapnya penjelasan mengenai Kitab Alfiyah Ibnu Malik ada di bawah ini. Kitab Alfiyah Ibnu Malik merupakan kitab nahwu shorof secara lengkap dan tulis dengan bentuk nadhom atau syair. Mengapa dinamakan dengan Alfiyah? Sebab terdiri atas bait dan kitab satu ini juga sudah umum dipelajari pada pondok pesantren dengan Kitab Al-Ajurumiyah serta Imriti. Kitab Alfiyah Ibnu Malik ini isinya mengenai kaidah gramatika di Bahasa Arab dan pengarang Alfiyah Ibnu Malik bernama Syekh Muhammad bin Abdullan bin Malik. Namun lebih sering disebut Imam Ibnu Malik di bentuk nadham. Membaca nadham Alfiyah umumnya membutuhkan waktu kurang lebih 1 ½ jam untuk bisa menyelesaikan bait tersebut. Nadham Alfiyah sudah jadi karya yang cukup fenomenal dan tentu saja digemari oleh para santri dan pelajar muslim sebab dapat membantu dalam memahami kaidah Bahasa Arab. Secara menyeluruh, Alfiah Ibu Malik ini isinya mengenai kaidah gramatika di Bahasa Arab dan lazim disebut dengan Nahwu Shorof. Siapa Pengarang Kitab Alfiyah Ibnu Malik Bagi Anda yang penasaran dengan pengarang Alfiyah Ibnu Malik, berikut ini biografinya. Ibnu Malik merupakan seorang ulama besar yang cukup dikenal sebuah kitab yang namanya Alfiyah. Sudah dilekaskan sebelumnya bahwa kitab ini berisi mengenai kaedah atau gramatika Bahasa Arab dan juga sering dipelajari di dunia pesantren hingga fakultas-fakultas secara umum. Kitab ini juga dijadikan sebagai landasan pengajaran literatur Bahasa Arab pada salah satu universitas yaitu Universitas Al- Azhar Kairo-Mesir. Nama Lengkapnya adalah Syeikh Al-Alamah Muhammad Jamaludin ibnu Abdillah ibnu Malik Al-Thay. Beliau lahir di kota kecil bernama Jayyan, Spanyol dan beliau saat itu termasuk penduduk setempat yang mencintai tentang ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya mereka sibuk dalam berlomba-lomba untuk dapat mencapainya dan ada juga yang bersaing untuk menciptakan karya ilmiah. Kisah Saat Sang Pengarang Kitab Alfiyah Ibnu Malik Dihinggapi Raja Ujub Siapa yang tidak kenal dengan Kitab Alfiyah dan pengarangnya. Pengarang Alfiyah Ibnu Malik ini adalah seorang ulama besar yang sangat populer. Beliau dapat melahirkan kitab syarah berjilid-jilid dan juga karya yang begitu banyak. Namun dibalik itu semua, ada satu cerita menarik selama proses menulis muqaddimah nadham yang luar biasa dan masih saja dilantunkan di sejumlah pesantren dan madrasah. وَأسْتَـعِيْنُ اللهَ فِيْ ألْفِــيَّهْ ¤ مَقَاصِدُ الْنَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ Dan aku memohon kepada Allah untuk kitab Alfiyah, yang dengannya dapat mencakup seluruh materi Ilmu Nahwu تُقَرِّبُ الأَقْصَى بِلَفْظٍ مُوْجَزِ ¤ وَتَبْسُـطُ الْبَذْلَ بِوَعْدٍ مُنْجَزِ Mendekatkan pengertian yang jauh dengan lafadz yang ringkas serta dapat memberi penjelasan rinci dengan waktu yang singkat وَتَقْتَضِي رِضَاً بِغَيْرِ سُخْطِ ¤ فَـائِقَةً أَلْفِــــيَّةَ ابْنِ مُعْطِي Kitab ini menuntut kerelaan tanpa kemarahan, melebihi kitab Alfiyah-nya Ibnu Mu’thi Saat sampai di sini, kemudian Ibnu Malik akan menjelaskan pada pembaca jika kitabnya jauh lebih unggul dan juga komprehensif dari sebuah kitab yang merupakan buatan ulama sebelumnya yang bernama Yahya bin Abdil Mu’thi bin Abidin Nur Az-Zawawi al Maghribi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Muthi. Di kitab Hasyiyah al-Allamah Ibnu Hamdun ala Syahril Makudi li Alfiyah bin Malik menjelaskan. Kemudian Ibnu Malik melanjutkan baitnya فَائِقَةً لَهَا بِأَلْفِ بَيْتٍ Mengunggulinya [karya Ibnu Mu’thi] dengan seribu bait,….. Hingga akhirnya belum sampai selesai membuat bait ini, secara tiba-tiba Ibnu Malik terhenti dan kemudian inspirasinya hilang. Karena tidak mampu lagi meneruskan baitnya yang akan dilanjutkan tadi karena tiba-tiba saja pikiran menjadi kosong dan hal seperti ini dirasakan beliau hingga beberapa hari. Sampai pada suatu waktu beliau bertemu dengan seseorang di dalam mimpinya. Percakapan beliau dengan seseorang di dalam mimpinya kurang lebih seperti ini “ Aku mendengarkan kamu sedang membuat Alfiyah mengenai ilmu nahwu?” “Benar, kata Ibnu Malik “Sampai dimana?” “Faiqatan laha bi alfi baitin…” “Apa yang membuat kamu terhenti untuk meneruskan bait ini?” “Aku tidak berdaya selama beberapa hari” ia menjawab lagi. “Kamu ingin menyelesaikannya?” “Iya” Kemudian seseorang yang datang di dalam mimpinya tersebut menyambungkan bait فَائِقَةً لَهَا بِأَلْفِ بَيْتٍ yang tadi terpotong dengan وَ اْلحَيُّ قَدْ يَغْلِبُ أَلْفَ مَيِّتٍ Orang hidup memang kadang dapat menaklukkan seribu orang mati Tenang saja, orang hidup meskipun cuma seorang akan dijamin bisa mengalahkan berapa saja banyak orang yang tidak memiliki kuasa pembelaan karena sudah mati. Nah, kalimat ini adalah sindiran kepada Ibnu Malik karena kebanggaannya pada kitab Alfiyah yang dianggapnya jauh lebih bagus dibandingkan dengan kitab buatan ulama yang sebelumnya, yaitu bernama Ibnu Muthi yang sudah wafat. Ini adalah tamparan yang keras kepada Ibnu Malik dan beliau segera menanyakan. “Apakah kamu Ibnu Muthi?” “Benar” Kemudian Ibnu Malik insaf dan sangat malu sehingga pada pagi harinya langsung membuang potongan bait yang belum diselesaikan dan mengganti dengan 2 bait muqaddimah. وَهْوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلاً ¤ مُسْـتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلاَ Beliau [Ibnu Mu’thi] lebih istimewa karena lebih awal. Beliau berhak atas sanjunganku yang indah وَااللهُ يَقْضِي بِهِبَـاتٍ وَافِرَهْ ¤ لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الآخِرَهْ Semoga Allah melimpahkan karunianya yang luas untukku dan untuk beliau pada derajat-derajat tinggi akhirat Pelajaran yang Dapat Diambil Dari Kisah Pengarang Alfiyah Ibnu Malik Nah, jadi kisah di atas bisa diambil pelajaran yang baik dari kisah pengarang Alfiyah Ibnu Malik, bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat menganggap ilmunya lebih unggul dari ulama lainnya atau sebelumnya. Penjelasan Ibnu Malik di Kitab Alfiyah mungkin saja lebih lengkap serta detail dari karyanya Ibnu Muthi. Namun, penjelasan Ibnu Muthi karya sebelumnya tetap saja dianggap lebih penting sebab memberikan dasar-dasar rintisan untuk karangan ulama selanjutnya, seperti Ibnu Malik. Di sebuah hadits disebutkan abaukum khairun mun abnaikum ila yaumil qiyamah yang artinya adalah para pendahulu lebih baik dari generasi penerusnya sampai hari kiamat. Kisah tersebut akan mengingatkan mengenai begitu pentingnya untuk ketawaduan. Pencapaian atau prestasi yang sudah diraih meski sehebat apapun tidak boleh menyombongkan diri dengan membandingkan. Bahkan Ibnu Malik hampir ke arah tersebut dan segera membenah diri. Akhirnya karyanya dapat memberikan ilmu pengetahuan dan berkah seperti air yang terus mengalir sampai sekarang. Jadi seperti itulah penjelasan mengenai Kitab Alfiyah, pengarang Alfiyah Ibnu Malik dan juga kisah dibalik membuat bait kitab Afiyah yang bisa memberikan banyak pelajaran kepada kita semua. Baca juga Inilah Prinsip-prinsip Utama Menghafal Al-Qur’an
Ada salah satu kitab yang menjadi primadona berbagai pesantren di Indonesia. Kitab yang sangat luar biasa dengan bait-baitnya yang memukau, dan dengan segala keberkahan yang menyertai. Kitab ini juga menjadi sebuah pencapaian dan impian setiap santri. Bahkan ada sebuah pepatah yang berbunyi, “barang siapa yang hendak mahir membaca kitab, maka harus mempelajari 1 kitab ini.” Selain dipelajari, setiap santri juga diharuskan menghafal kitab ini sebagai syarat kelulusan semasa mondok di pesantren. Kemudian kitab ini juga disusun dengan bahasa yang sangat sederhana tetapi menjadi rujukan ulama-ulama Ilmu Nahwu di setiap penjuru dunia. Kitab tersebut ialah kitab Alfiyah Ibnu Malik. Sesuai namanya, Alfiyah yang bermakna “seribu dua” yang mana bait-baitnya berjumlah sebanyak 1002 bait. Tetapi masih sangat sedikit yang mengenal sosok dibalik penyusunan kitab luar biasa ini. Yah, penyusun kitab ini adalah Imam Ibnu Malik, yang bernama lengkap, Syeikh Al-Alamah Muhammad Jamaluddin ibnu Abdillah Ibnu Malik al-Thay. Beliau dilahirkan di Jayyan Jaen sebuah kota kecil Andalusia Spanyol, sekarang merupakan salah satu provinsi di Spanyol dengan luas wilayah 422km yang masuk dalam wilayah otonomi Andalusia. Pada saat itu, penduduk negeri ini sangat cinta pada ilmu, dan mereka berpacu dalam menempuh pendidikan, bahkan mengacu pada mengarang buku-buku ilmiah. Perjalanan Mencari Ilmu Semasa kecil Imam Ibnu Malik telah mencari ilmu diberbagai ulama dan negara, salah satu guru beliau ialah Syaikh Al-Syalaubini w. 645 H. Setelah mengijak umur dewasa, Imam Ibnu Malik, berangkat ke Timur Tengah untuk menunaikan ibadah haji, dan diteruskan menempuh ilmu di Damaskus. Di Negeri Syam, ia belajar ilmu dari beberapa ulama setempat, antara lain Al-Sakhawi w. Syaikh Ibnu Ya’isy Al-Halaby H Syeikh Hasan Bin Shabbah, Syeikh Ibnu Abi Shaqr, Syeikh Ibnu Najaz Al-Maushili, Ibnu Hajib, Ibnu Amrun dan Muhammad bin Abi Fahdhal al-Mursi. Di kota Damaskus dan Aleppo Halab nama Ibnu Malik mulai dikenal dan dikagumi oleh para ilmuan, karena cerdas dan pemikirannya jernih. Ia banyak menampilkan teori-teori nahwiyah yang mengambarkan teori-teori Mazhab Andalusia, yang jarang diketahui oleh orang-orang Syiria waktu itu. Teori nahwiyah semacam ini, banyak diikuti oleh para murid-murid beliau, antara lain, Al-nawawi, Ibnu Al-Atharm Al-Mizzi, Al-Dzahabi, Al-Shairafim Dan Qadli Al-Qudlat ibn Jama’ah. Untuk menguatkan teorinya, Imam Ibn Malik senantiasa mengambil saksi syahid dari teks-teks Al-Quran. Bila tidak ditemukan beliau meyajikan teks Al-Hadist. Bila tidak ditemukan juga, maka beliau mengambil saksi dari syair-syair sastrawan Arab kenamaan. Semangat Menyebarkan Ilmu Imam Ibnu Malik memiliki semangat yang besar dalam mengajarkan ilmu yang telah ia miliki. Ketika ia mengahadiri majelis ilmu yang kadang belum dihadiri oleh murid-muridnya, maka belau berdiri di jerjak jendela dan berteriak “qiraah, qiraah Arabiyah, Arabiyah” maksudnya memanggil siapa saja yang ingin belajar ilmu qiraah atau ilmu arabiyah kepada beliau. Bila teryata tidak ada yang hadir maka beliau berdoa dan segera pergi seraya berkata “saya tidak tau untuk membebaskan tanggunganku kecuali dengan cara ini, karena kadangkala tidak ada yang tau, kalau saya duduk di sini.” Ujar beliau. Walaupun Ibnu Malik juga ahli dalam ilmu qiraah, namun tidak diketahui murid beliau dalam ilmu qiraah. Ibnu Jazri mengatakan “ketika beliau masuk kota Aleppo Halab banyak para ulama yang mengambil ilmu Arabiyah dari beliau, tetapi saya tidak mengentahui seorang pun yang membaca ilmu qiraah di hadapannya dan saya juga tidak punya sanad ilmu qiraah beliau ajarkan diselain kota Aleppo”. Kisah Menarik dalam Penyusuan Kitab Alfiyah Ibnu Malik Terdapat kisah menarik tentang penyusunan kitab Alfiyah Ibnu Malik. Ketika memulai menulis nadhamnya, saat baru sampai pada nadham فا ئقة ألفية ابن معطي Yang artinya “Kitab Alfiyah yang aku tulis mengungguli kitab Alfiyah karya Ibnu Mu’thi” Beliau menambahkan lagi فائقة منها بأ لف بيت “Mengungguli dari Alfiyah Ibnu Mu’thi dengan seribu bait”. Sampai pada kalimat ini, Ibnu Malik kehilangan inspirasi untuk melanjutkan nadhomnya. Beliau berusaha melanjutkan namun hingga sampai beberapa hari belum juga disempurnakan. Pada suatu malam beliau bermimpi bertemu dengan sesorang. Dalam mimpi tersebut, seseorang itu bertanya, “Aku dengar kamu mengarang kitab Alfiyah dalam Ilmu Nahwu?” Imam Ibnu Malik menjawab “Iya Bener.” Orang itu bertanya lagi “Sampai pada nadham mana engkau menulisnya?” Ibnu Malik menjawab “Sampai pada fai’qatan minha bi alfi baiti” Orang itu bertanya, apa yang membuatmu tidak menyempurnakannya? Beliau menjawab “Sudah beberapa hari aku tidak bisa melanjutkan menulis Nadham.” Orang itu bertanya lagi “Apakah kamu ingin meyempurnakanya?” “Tentu.” jawab Ibnu Malik. Kemudian orang tersebut berkata فَائِقَـةً مِنْهُ بِألْـفِ بَيْتِ ¤ وَالْحَيُّ يَغْلِبُ ألْفَ مَيِّـتِ “Mengungguli dari Alfiyah Ibnu Mu’thi dengan seribu bait”. “Dan orang masih hidup bisa mengalahkan seribu orang mati”. Terperangah Ibnu Malik dengan perkataan itu, Ibnu Malik bertanya “Apakah anda Ibnu Mu’thi?” “Betul.” jawab orang itu. Ibnu Malik merasa malu kepada beliau. Keesokan harinya, Ibnu Malik menghapus bait yang tidak sempurna itu, dan menggantinya dengan bait lain yang isinya memuji kehebatan Ibnu Mu’thi yaitu وَهْوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلاً ¤ مُسْـتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلاَ “Beliau Ibnu Mu’thi lebih memperoleh keutamaan karena lebih awal. Beliau berhak atas sanjunganku yang indah.” وَاللَّهُ يَقْضِي بِهِبَـاتٍ وَافِرَهْ ¤ لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الآخِرَهْ “Semoga Allah menetapkan karunianya yang luas untukku dan untuk beliau pada derajat-derajat tinggi akhirat.” Imam Ibnu Malik menghembuskan nafas terakhirnya di Damaskus pada malam Rabu 12 Ramadan tahun 672H dalam usia 75 Tahun. *Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.
cerita alfiyah ibnu malik